Ujian kelulusan di Jepang

21 minute read

Published:

Alhamdulillah, pada 22 Januari 2021 yang lalu saya baru saja menyelesaikan sidang ujian kelulusan program pendidikan S3 saya di Tohoku University. Ujian ini menandakan penghujung dari karir saya sebagai mahasiswa di Tohoku University. Total sekitar 8,5 tahun sejak saya pertama kali menjejakkan kaki di kota Sendai, 24 September 2012 lalu. Bukan proses yang singkat. Di masa seperti ini, pikiran saya melayang ke masa-masa menjelang kelulusan S1 dan S2 saya, 5 dan 3 tahun lalu. Dari pengalaman pribadi dan teman-teman sesama mahasiswa di sini, banyak drama lika liku yang bisa terjadi di jenjang pendidikan yang mana saja. Setiap jenjang ada tantangannya masing-masing. Mulai dari homesick, dimarahi professor dosen pembimbing, hingga stress ringan (atau bahkan berat) adalah hal-hal yang cukup lumrah terjadi.

Secara umum, saya merasa kejeniusan bukanlah faktor utama dalam menyelesaikan pendidikan di berbagai jenjang. Ketekunan jauh lebih penting. Berikut saya ulas mengenai program pendidikan yang saya jalani selama berkuliah di Tohoku University. Sekedar untuk menjadi refleksi di masa depan.

Undergraduate

Jurusan teknik mesin (Mechanical and Aerospace Engineering) Tohoku University adalah jurusan yang cakupannya cukup luas. Kalau melanjutkan studi ke jenjang master/doktor, jurusannya akan dibagi menjadi lebih mendetail lagi. Saya merasa penjurusan yang tidak terlalu detail di awal ini sangat menolong untuk lulusan SMA yang belum terlalu paham mengenai bidang-bidang yang ada dan ingin ditekuni. Secara garis besar mungkin hampir sama dengan universitas dan jurusan lain pada umumnya. Ada kebebasan baru yang sebelumnya di tingkat SMA tidak ada, yaitu untuk memilih mata kuliah sendiri. Meskipun tentu saja ada panduan mengenai mata kuliah wajib dan pilihan. Di tingkat-tingkat awal, pembelajaran dalam bentuk perkuliahan di kelas-kelas cukup dominan. Termasuk kelas-kelas praktikum yang kontennya semakin spesifik seiring kenaikan tingkat. Di tingkat akhir, jumlah kelas semakin berkurang dan fokus pembelajaran beralih ke laboratorium (lab) atau grup penelitian.

Di tingkat pertama, kami belajar utamanya mata kuliah dasar, seperti matematika (terbagi menjadi mata kuliah kalkulus dan aljabar linear), fisika, kimia dan biologi. Beberapa kontennya seperti mengulang pelajaran ketika SMA, tapi tidak sedikit juga hal-hal baru yang dipelajari. Termasuk juga ada beberapa mata kuliah wajib yang tidak terkait jurusan yang diambil, seperti kelas bahasa asing (Jepang), ekonomi dan sejarah. Di tahun ini juga ada mata kuliah praktikum pemrograman, mempelajari dasar-dasar pemrograman dalam C dan LaTeX.

Di tingkat kedua, kami mulai mempelajari mata kuliah yang lebih spesifik mengenai jurusan: teknik mesin. Kuliah praktikum masih mengenai tema-tema praktikum umum. Untuk menyelesaikan pendidikan S1 setiap mahasiswa disyaratkan untuk menyelesaikan sejumlah kredit mata kuliah. Ada beberapa barrier di titik-titik tertentu berupa persyaratan jumlah kredit dan mata kuliah wajib. Kalau belum melewati batasan tersebut belum bisa melanjutkan milestone berikutnya. Misalnya untuk masuk ke dalam grup riset atau laboratorium (lab) untuk mengerjakan penelitian sebagai prasyarat kelulusan. Setiap barrier ini harus diselesaikan untuk mencapai kelulusan. Yang saya rasakan paling menantang dari pendidikan S1 adalah kelas-kelasnya ini. Bagaimana mendapatkan semua kredit yang dibutuhkan untuk melewati setiap barrier. Beberapa mata kuliah seperti eksperimen mensyaratkan kehadiran 100%, selain harus mengumpulkan tugas-tugas laporan setiap pekannya. Selain itu di semester kedua ada program seminar. Program ini semacam pemagangan di salah satu lab pilihan. Kontennya bisa berbeda-beda terngantung lab yang dipilih. Di akhira semester ada laporan berbentuk presentasi yang dihadiri teman-teman seangkatan.

Mahasiswa S1 bisa mulai masuk ke grup penelitian atau lab pada tahun ke-3. Cara alokasinya dengan mengumpulkan daftar beberapa lab yang diinginkan, kemudian akan diseleksi sesuai jumlah kuota masing-masing lab dan pencapaian nilai tiap mahasiswa. Tujuan masuk ke grup penelitian adalah untuk melakukan penelitian sebagai salah satu prasyarat kelulusan S1. Selain itu, kami mulai masuk penjurusan yang lebih mendalam setelah pembagian lab ini sesuai dengan afiliasi lab yang dimasuki. Penjurusan ini sesuai dengan jurusan maisng-masing lab bila melanjutkan pendidikan ke jenjang master/doktor. Setelah penjurusan ini, mata kuliah yang diambil juga semakin spesifik dan banyak pilihannya. Selain itu, mata kuliah praktikum juga semakin spesifik, di semester pertama dengan tema mengenai teknik mesin secara umum dan di semester kedua dengan tema mengenai jurusan spesifik yang diambil. Untuk saya, ketika itu eksperimen di semester kedua mengenai robotika. Di tahun ketiga ini juga ada mata kuliah menggambar teknik. Di semester pertama kami belajar mengenai dasar-dasar gambar teknik dengan menggambar di atas kertas. Di semester kedua temanya lebih spesifik per jurusan, untuk jurusan saya di robotika, proyek akhir kami adalah untuk menggambar robot arm. Di semester pertama tahun ketiga, di awal setelah masuk lab juga ada mata kuliah seminar. Seminar ini mirip dengan seminar di semester sebelumnya, hanya saja lebih spesifik karena di lab inilah kami akan menyelesaikan penelitian kelulusan nantinya.

Perkuliahan tahun ke-4 sangat tergantung pada status pengambilan kredit masing-masing mahasiswa. Biasanya tinggal memenuhi sedikit kredit yang tersisa untuk syarat kelulusan. Selain itu, bila sudah mendapat penerimaan untuk melanjutkan program master di jurusan yang sama, mahasiswa diperkenankan untuk mengambil mata kuliah master. Mata kuliah tersebut bisa ditransfer ketika master nanti, sehingga beban perkuliahan bisa berkurang. Selain itu, ada juga penelitian untuk prasyarat kelulusan pendidikan S1, yang sebetulnya tidak terlalu rumit. Beberapa lab bahkan meluluskan mahasiswa S1-nya dengan penelitian selama 3 bulan saja. Namun beberapa lab juga menetapkan standar yang lebih tinggi seperti 1 tahun atau bahkan 2 tahun penelitian, karena sebetulnya mahasiswa S1 sudah bergabung dengan lab mulai awal tahun ke-3. Di lab saya sendiri, penelitian untuk mahasiswa S1 dimulai di bulan Maret setahun sebelum kelulusan. Penelitian mahasiswa S1 biasanya hanya menempel dengan proyek yang sedang berjalan di lab, karena masih sulit bagi pemula untuk mengusulkan tema penelitiannya sendiri. Selain juga karena ketersediaan dana penelitian untuk mendanai topik yang sedang berjalan saja.

Sekitar bulan Maret setahun sebelum kelulusan (2015), kami mahasiswa (menjelang) tingkat akhir dikumpulkan oleh professor dan staf dosen (associate/assistant professor) lain. Para dosen memaparkan usulan tema riset untuk kami, dan kemudian kami berkonsolidasi untuk memilih tema riset sesuai ketertarikan masing-masing. Untuk ujian kelulusan, hanya ada sidang terbuka yang dihadiri oleh teman-teman sejurusan yang sama-sama akan lulus dan beberapa dosen di jurusan di pertengahan Februari 2016. Presentasi 10 menit dan 5 menit tanya jawab. Skripsi (Graduation thesis) dikumpulkan di awal Maret 2016.

Master

Di jenjang pascasarjana, mulai S2 dan kemudian S3, pendidikan di divisi teknik mesin (Mechanical Engineering Division) Tohoku University lebih menitikberatkan pada penelitian. Tidak terlalu banyak kelas yang harus diambil. Untuk S2 hanya disyaratkan untuk mengambil 20 kredit mata kuliah, yang setara sekitar 10 mata kuliah. Relatif lebih ringan dibandingkan ketika S1 harus mengambil 10 mata kuliah setiap semester atau bahkan lebih. Itupun kreditnya bisa digantikan dengan beberapa kegiatan lain seperti mengajar (menjadi teaching assistant), presentasi di konferensi ilmiah, atau kerja magang internship. Penelitian di jenjang pendidikan S2 dilakukan selama 2 tahun penuh masa pendidikan. Jadi pada intinya tujuan sehari-hari berangkat ke kampus adalah untuk melakukan penelitian di lab: eksperimen, diskusi, membaca dan menulis makalah ilmiah, diselingi mengambil beberapa mata kuliah di kelas. Meskipun fokus pendidikan S2 ini ada di penelitian, tidak ada persyaratan jumlah publikasi dalam rangka kelulusan.

Tema penelitian saya adalah perpanjangan dari tema penelitian S1 saya. Sedikit saja saya tambahkan evaluasi yang lebih detail, dan setelahnya saya coba usulkan metode yang sama dengan menggunakan material yang berbeda. Kala itu, ada senior mahasiswa doktor yang dalam penelitiannya menggunakan suatu material dengan metode yang berbeda, saya cobakan material tersebut dengan metode yang saya kembangkan selama S1. Langkah memodifikasi penelitian yang pernah ada ini sangat berguna untuk sumber inspirasi tema-tema penelitian ke depan.

Karena persyaratan kelulusan yang relatif tidak terlalu berat (dibandingkan S1 yang banyak mata kuliah dan S3 dengan syarat publikasinya), saya memanfaatkan sekitar setengah tahun dari masa studi S2 saya untuk mengunjungi salah satu kolaborator penelitian di Lab kami. Januari 2017, saya bertolak menuju kota Chemnitz, Jerman, untuk bergabung dengan Fraunhofer Institute for Electronic Nano Systems (ENAS) di Dept. System Packaging sebagai visiting researcher (student). Konsolidasi untuk keberangkatan ini saya mulai di pertengahan 2016, untuk mengurus kredit persyaratan kelulusan program S2 supaya masa studi saya tidak perlu diperpanjang.

Saya mengusulkan sendiri topik penelitian saya selama masa kunjungan saya di Jerman. Tema ini ada sedikit keterkaitan dengan tema penelitian saya di Tohoku University, tetapi teknologinya saat itu tidak tersedia di lab kami. Saya mengetahui bahwa topik yang menyerempet topik riset saya tersebut sedang berlangsung di ENAS dari seorang senior yang setahun sebelumnya melakukan kunjungan riset ke tempat yang sama. Topik dan kunjungan riset ini sangat bermanfaat bagi saya. Topik inilah yang menjadi cikal bakal topik penelitian S3 saya.

Akhir Juni 2017 saya kembali lagi ke Tohoku University untuk melanjutkan perkuliahan dan memulai persiapan prosedur kelulusan. Untuk kelulusan S2, dosen pembimbing harus mendaftarkan mahasiswa di awal semester. Dalam kasus saya, untuk lulus di bulan Maret 2018, professor pembimbing saya harus mendaftarkan saya di bulan Oktober 2017 untuk mengikuti serangkaian persidangan sebagai salah satu syarat kelulusan. Pembimbing akan mengajukan usulan dosen penguji eksternal (dari luar Lab), dan (di Lab kami) sebagai mahasiswa kami juga diberi kesempatan untuk mengusulkan. Total minimal ada 2 kali persidangan resmi yang harus dilalui untuk menyelesaikan pendidikan S2 ini. Sebelum memasuki rangkaian persidangan resmi, biasanya ada ‘sidang’ informal yang sangat internal, dilakukan hanya di dalam internal Lab oleh dosen pembimbing dan 1 penguji internal dosen dari Lab yang sama. Sidang tahap ini waktunya tidak terbatas dan bisa dilakukan lebih dari 1 kali. Sifatnya seperti menguliti bahan yang akan disampaikan di tahap sidang-sidang yang selanjutnya. Saya melalui tahap sidang informal ini 1 kali saja.

Sidang formal yang pertama bersifat tertutup dijadwalkan sekitar akhir November 2017, hanya dihadiri oleh dosen-dosen penguji (total 4 orang untuk saya, 2 dari internal Lab dan 2 eksternal). Waktu persidangan sudah diagendakan dan persidangan diselenggarakan secara berurutan. Setelah persidangan saya selesai, ada mahasiswa lain yang dijadwalkan untuk sidang di ruangan yang sama, dan para dosen penguji juga sudah ada agenda untuk menguji mahasiswa lain setelah itu. Intinya, waktu sidang sangat terbatas, 10 menit presentasi dan 10 menit tanya jawab. Di sidang tertutup inilah kelulusan biasanya ditentukan. Saya belum pernah mendengar kasus kelulusan yang tertunda setelah sidang tertutup ini. Dosen pembimbing (profesor) biasanya tidak bertanya di sesi tanya jawab, dan 1 penguji lain dari internal Lab biasanya ada di pihak kita, tidak menanyakan hal yang sulit-sulit. Draf tesis belum perlu dikumpulkan di tahap sidang tertutup ini.

Sidang formal yang kedua adalah sidang terbuka, sekitar awal Februari 2017. Kali ini dihadiri oleh dosen-dosen penguji (dosen yang sama dengan penguji sidang tertutup sebelumnya) dan umum (khalayak Tohoku University). Umumnya professor pembimbing akan mengundang kawan-kawan di Lab untuk hadir. Sepekan sebelum sidang terbuka, draft tesis harus dikumpulkan, 4 eksemplar ke kantor administrasi (nantinya akan diedarkan ketika sidang terbuka dan digunakan untuk referensi di rapat para dosen), dan 1 eksemplar untuk masing-masing penguji. Ada baiknya menghubungi para dosen penguji sebelumnya untuk memastikan apakah beliau ada di ruangan untuk menerima draf tesis yang akan dikumpulkan. Ada jua dosen penguji yang mewawancarai mahasiswa mengenai konten tesisnya dan perbaikan sejak sidang tertutup ketika mengumpulkan draf ini.

Sama seperti sidang tertutup, sidang terbuka ini juga waktunya dibatasi, 15 menit presentasi dan 5 menit tanya jawab. Biasanya masing-masing dosen penguji (kecuali pembimbing) akan memberi 1-2 pertanyaan saja dan waktunya sudah habis. Setelahnya ada jadwal sidang lain di ruangan yang sama dan masing-masing dosen penguji juga bergerak menuju persidangan yang selanjutnya untuk beliau masing-masing uji. Sekitar sepekan setelah musim sidang terbuka, draf tesis akan dikembalikan dengan coretan-coretan untuk revisi. Setelah revisi, draf tesis versi akhir dikumpulkan ke kantor administrasi dan dosen pembimbing.

Doktor

Di jenjang S3, pembelajaran semakin terfokus pada penelitian. Jumlah mata kuliah yang perlu diambil sebagai prasyarat kelulusan tidak sebanyak ketika S2. Bahkan kebanyakan kelas diadakan secara intensif, misalnya selama 3 hari full. Konten mata kuliah juga tidak terlalu teknis. Terlebih lagi, sama seperti di jenjang S2, kredit mata kuliah bisa digantikan dengan beberapa kegiatan lain seperti mengajar (menjadi teaching assistant), presentasi di konferensi ilmiah, atau kerja magang internship. Penelitian di jenjang pendidikan S3 dilakukan selama 3 tahun penuh masa pendidikan. Karena fokusnya pada penelitian, mahasiswa disyaratkan untuk menghasilkan publikasi ilmiah dalam rangka menyelesaikan program studi S3. Dari divisi teknik mesin sebetulnya syaratnya hanya 1 makalah jurnal, tetapi tidak jarang dosen pembimbing menetapkan atau membuat target yang lebih tinggi. Di lab saya, profesor pembimbing saya memberi syarat untuk kelulusan S3 berupa 1 makalah jurnal per bab disertasi, kecuali bab 1 pendahuluan dan bab terakhir kesimpulan. Karena standar disertasi di jurusan kami terdiri dari 5 bab, jadi syaratnya adalah 3 makalah jurnal. Tetapi dalam praktiknya salah 1 jurnal biasanya boleh digantikan dengan makalah konferensi internasional.

Berhubung inti dari pendidikan S3 ini adalah penelitian, menurut saya ada baiknya mahasiswa mengusulkan tema penelitiannya sendiri. Meskipun memang waktu pendidikan S3 sangat terbatas untuk memenuhi target yang dicanangkan oleh pembimbing, sehingga topik penelitian perlu ditetapkan seawal mungkin. Untuk mempublikasikan 1 makalah jurnal saja biasanya dibutuhkan waktu beberapa bulan, bahkan terkadang mencapai hitungan tahun. Itu di luar waktu penelitian yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil eksperimen yang layak untuk dipublikasikan. Komunikasi yang baik dengan pembimbing adalah kunci.

Pada banyak kasus, syarat publikasi ini menjadi batu sandungan dalam penyelesaian pendidikan S3 di Jepang. Penyebabnya ada banyak kemungkinan. Salah satunya adalah target riset yang terlalu tinggi. Misalnya di bidang saya, tema riset pembuatan sensor dengan performa tinggi bisa jadi menarik di awal, tetapi sulit di akhir. Dalam tema seperti ini, pada beberapa kasus, hasil yang performanya tidak sesuai ekspektasi sulit untuk dipublikasikan. Salah satu alasannya karena novelty atau kebaruan yang kurang ketika tidak bisa dibuktikan dengan performa tinggi, atau pride pembimbing yang terlalu tinggi, tidak mau mempublikasikan hasil berkualitas rendah (di jurnal berkualitas rendah), sehingga menyulitkan mahasiswa untuk lulus. Hambatan lain adalah mahasiswa kurang memahami porsi penelitian yang dibutuhkan untuk menghasilkan publikasi ilmiah, sehingga yang dilakukannya adalah eksperimen tanpa henti. Dalam penelitian, perlu ada tujuan dan pemahaman mengenai gambaran porsi data-data yang dibutuhkan dalam sebuah makalah ilmiah. Perlu kombinasi dan pembagian waktu yang baik, antara melakukan eksperimen, membaca literatur dan menulis makalah ilmiah. Pengalaman menulis makalah ilmiah sebelumnya akan sangat membantu.

Dalam pendidikan S3, kebaruan penelitian sangat penting, termasuk karena ada persyaratan jumlah publikasi makalah ilmiah. Di lab saya, tema penelitian umumnya awalnya berasal dari professor atau associate/assistant professor, bahkan sampai jenjang S3, karena mereka tentu lebih memahami bidang penelitian kami setelah bertahun-tahun berkecimpung di dalamnya. Selain juga terkadang mereka sudah punya dana penelitian yang cukup besar dengan target yang juga lumayan besar. Namun untuk kasus saya, saya berusaha mengusulkan tema penelitian dari saya sendiri. Total sekitar 3 tema pernah saya usulkan, 2 yang pertama ditolak oleh professor (dengan alasan kebaruan dan tingkat kesulitan), dan yang terakhir akhirnya menjadi tema penelitian S3 saya. Pengusulan tema saya lakukan sejak tahun pertama saya di jenjang S2. Sempat mengajukan proposal dana penelitian eksternal untuk tema pertama yang saya usulkan, ternyata memang belum berhasil.

Tema terakhir saya usulkan ke professor pembimbing di semester terakhir S2 saya. Tema ini terinspirasi dari penelitian saya selama kunjungan riset di Jerman. Alhamdulillah disetujui oleh professor pembimbing dan bisa mendapatkan 2 pendanaan eksternal, sehingga bisa melakukan penelitian dengan mandiri. Karena secara pendanaan juga mandiri, navigasi penelitian saya pegang hampir sepenuhnya. Ketika itu, hanya saya satu-satunya yang mengusulkan dan menjalankan tema penelitian sendiri sebagai mahasiswa tanpa akar usulan dari professor atau associate/assistant professor di lab. Sebagai konsekuensinya, tantangan utamanya adalah hanya saya sendiri yang paling memahami mengenai tema penelitian ini di lab. Diskusi dengan professor pembimbing dan associate/assistant professor tidak jarang menemui jalan buntu dan akhirnya saya harus mencoba mencari jalan keluar sendiri. Ini tantangan yang cukup besar, namun bisa melatih saya sebelum benar-benar menjadi peneliti yang mandiri setelah kelulusan. Pelajaran yang saya penting dalam penentuan tema penelitian ini adalah, berhubung adanya syarat jumlah publikasi untuk kelulusan studi S3, ada baiknya tema penelitiannya “anti-gagal”. Sehingga seperti apapun hasil yang akan didapat tetap bisa dipublikasikan.

Singkat cerita, standar durasi masa studi jenjang S3 adalah 3 tahun. Satu semester terakhir biasanya akan habis untuk menyelesaikan prosesi persidangan dan penulisan disertasi, sehingga masa penelitian yang sebenarnya hanya 2,5 tahun. Sangat singkat. Belum dengan adanya persyaratan publikasi. Satu publikasi makalah ilmiah di jurnal bisa memakan waktu beberapa bulan sejak penulisan, revisi dengan pembimbing, revisi dengan reviewer, hingga publikasi, bahkan terkadang sampai hitungan tahun. Semua persyaratan ini harus dipenuhi sebelum pendaftaran persidangan. Mahasiswa didaftarkan untuk mengikuti persidangan oleh professor pembimbing di awal semester terakhirnya. Untuk saya, awal semester terakhir saya adalah di bulan Oktober 2020, 2,5 tahun sejak saya memulai studi S3 saya di bulan April 2018.

Di dalam proses pendaftaran untuk mengikuti persidangan, professor pembimbing juga perlu mengajukan usulan dewan juri. Beberapa pembimbing memutuskan sendiri dewan juri untuk mahasiswanya, tetapi professor pembimbing saya mengajak saya berdiskusi mengenai usulan dewan juri ini. Total perlu ada 2 profesor sebagai dewan juri eksternal dari luar lab kami. Setelah didaftarkan, saya perlu mengikuti 2 tahap persidangan resmi seperti di jenjang S2: sidang tertutup dan sidang terbuka. Sebelum menghadapi sidang tertutup, saya perlu menghadapi ‘sidang’ informal di dalam internal lab oleh professor pembimbing dan 1 associate professor di lab kami. Tergantung kasusnya, setiap mahasiswa doktor bisa menghadapi 2 sampai 5 kali sidang informal di dalam labnya. Setelah menyelesaikan sidang informal pertama, pembimbing saya menawari apakah mau “latihan” untuk yang kedua kalinya. Sayapun mengiyakan.

Tahun terakhir studi S3 saya diwarnai situasi pandemi COVID-19. Saya memulai penulisan disertasi sekitar April 2020, ketika Jepang menerapkan status darurat pandemi yang pertama. Sepekan sebelum sidang tertutup saya harus menyerahkan draf disertasi, setelah direview secara internal oleh profesor pembimbing dan salah satu associate professor yang menjadi penguji juga. Sekitar 2 pekan sebelum sidang tertutup saya kirimkan e-mail ke para penguji untuk mengatur waktu penyerahan disertasi. Meskipun masih dalam situasi pandemi, berhubung hadirinnya hanya saya dan 4 orang dosen penguji, sidang tertutup saya diselenggarakan secara tatap muka. Sidang tertutup S3 ini tidak ada aturan resmi mengenai durasi dan waktu pelaksanaannya, tetapi umumnya terdiri dari 60 menit presentasi dan tanya jawab sampai para dewan juri merasa cukup. Jumlah pelaksanaannya juga tidak ada aturannya, bisa diulang sampai berkali-kali sampai dinyatakan lulus. Dari jurusan hanya ditetapkan batas waktu deadline pelaksanaannya. Apabila pada batas waktu tersebut mahasiswa sudah lulus dari sidang tertutup, maka sang mahasiswa akan diperkenankan untuk ikut sidang terbuka. Sidang tertutup saya dilaksanakan sekitar akhir November 2020, terdiri dari sekitar 60 menit presentasi dan sekitar 15 menit tanya jawab, cukup singkat. Yang di luar dugaan adalah pertanyaan dari professor pembimbing, yang biasanya tidak ada. Pertanyaan dari beliau menjadi salah satu yang paling berpengaruh untuk sebagian besar revisi yang saya perlukan menuju sidang terbuka. Setelah sesi tanya jawab, saya diminta untuk keluar ruangan untuk sekitar 5 menit. Para penguji mendiskusikan keputusan mereka mengenai disertasi saya. Alhamdulillah saya dinyatakan lulus dari sidang tertutup ini.

Tahapan selanjutnya setelah lulus dari persidangan tertutup adalah sidang terbuka. Sidang terbuka saya diselenggarakan pada akhir Januari 2021. Sepekan sebelum sidang terbuka saya perlu mengumpulkan disertasi edisi revisi ke para penguji, sama seperti sebelum sidang tertutup, ditambah juga pengumpulan ke kantor administrasi. Karena situasi pandemi, persidangan terbuka saya diselenggarakan secara daring. Semua profesor penguji juga sepakat untuk menerima disertasi saya dalam bentuk digital. Kantor administrasi juga demikian. Ini memudahkan saya, karena tidak perlu mencetak disertasi yang tebalnya 250-an halaman itu, yang terkadang banyak masalah teknis dijumpai. Tinggal unggah ke sistem daring, dan selesai.

Berbeda dengan sidang tertutup, durasi sidang terbuka untuk jenjang S3 ini dibatasi. Ada jadwal yang dialokasikan oleh kantor administrasi. Di jurusan saya durasinya 30 menit presentasi dan 10 menit tanya jawab. Sangat singkat. Saya harus memutar otak untuk memangkas materi presentasi saya yang semula untuk alokasi waktu presentasi 60 menit menjadi setengahnya. Banyak bagian yang penjelasannya harus saya potong, namun alurnya harus tetap sebisa mungkin terjaga. Jangan sampai terasa ada ruang kosong di tengah-tengah presentasi. Tanpa latihan lagi dengan pembimbing, saya maju menghadapi sidang terbuka. Sidang ini dihadiri oleh kawan-kawan Lab yang diundang oleh pembimbing, juga beberapa mahasiswa sesama pengguna fasilitas mikrofabrikasi di Tohoku University. Konon kabarnya, sidang terbuka sudah tidak menetukan kelulusan, asalkan mahasiswa haadir dan mempresentasikan disertasinya. Lain ceritanya kalau ia mangkir. Alhamdulillah sidang terbuka juga berjalan baik, dengan beberapa pertanyaan dari penguji yang tidak terlalu berat.

Akhir kata, begitulah serba-serbi ujian kelulusan di setiap jenjang pendidikan di Tohoku University (Jepang). Banyak tantangan di dalamnya. Ada teman-teman yang mampu menghadapi berbagai tantangan tersebut dan menyelesaikan studinya, namun ada juga teman-teman yang dengan berbagai pertimbangan memutuskan untuk mundur, beberapa di antaranya memulai studi di tempat yang berbeda. Keberhasilan menempuh studi sangat bergantung pada kecocokan antara banyak hal, termasuk kepribadian mahasiswa, pembimbing dan kondisi kampus. Tidak berhasil menyelesaikan studi di suatu tempat tidak lantas membuat seseorang menjadi seorang yang gagal, mungkin hanya dirinya kurang cocok dengan pembimbing atau kampus yang sekarang. Barangkali di tempat lain ada pembimbing atau kampus yang lebih cocok untuk dirinya. Keberadaan lingkaran pertemanan yang baik sangat membatu untuk menjaga kewarasan selama berkuliah. Teman-teman ini juga yang membantu memberi pertimbangan dalam memutuskan hal-hal penting yang terkadang tidak terlihat oleh kita sendiri. Dan pada akhirnya, Allah-lah sebaik-baik tempat mengadu.

Path to graduate